Langsung ke konten utama

Naskah 'Yang Lain' dari Pidi Baiq

Judul Buku : Drunken Monster; Catatan Harian Pidi Baiq
Penulis : H. Pidi Baiq
Kata Pengantar : Prof. Bambang Sugiharto
Penerbit : DAR! Mizan, Bandung
Tahun Terbit : I, Januari 2008
Tebal Buku : 204 Halaman
Nomor ISBN : 978-979-752-832-4
Harga : Rp. 29.000,00

Saya sengaja memberi tanda kutip pada gabungan kata yang dan lain dalam judul diatas. Tanda kutip itu menunjuk kepada (setidaknya) dua makna. Penulis buku iniyang juga dikenal sebagai akademikus, komikus dan musikus bercerita bahwa ia ditanya oleh Doel Wahab (editor Penerbit Mizan) soal naskah buku berjudul Ayat-Ayat Sompral yang sedang dikerjakannya. Naskah itu ternyata belum selesai. "Maka," ungkap Pidi Baiq, "saya tawarkan kepada Bang Doel, bagaimana untuk sementara naskah saya yang lain dulu saja yang diterbitkan?”(hal.15).

Jadi, buku Drunken Monster bukanlah naskah yang sedari mula telah dinubuatkan untuk diterbitkan oleh Pidi Baiq. Sebabnya yaitu, Drunken Monster merupakan kumpulan tulisan yang kerap ia unggah (upload) di blog pribadinya: http://pidibaiq.multiply.com. Inilah makna denotatif dari yang lain tersebut. Kalau begitu, nampakkah keseriusan Pidi dalam buku ini? Pertanyaan itu patut muncul sebab biasanya yang lain—pada taraf denotatif—seringkali merujuk pada sesuatu yang sampingan, tidak serius, sekadar tambahan bahkan tiada guna.
Buku ini telah menyebabkan Prof. Bambang Sugiharto (Guru Besar di Universitas Parahyangan dan Institut Teknologi Bandung) menulis dalam taraf tak lazim pada bagian Kata Pengantar (hal.11-14). Saya memiliki beberapa buku yang diberi kata pengantar oleh Prof. Bambang Sugiharto. Tulisan beliau biasanya sulit dipahami dalam sekali baca; deretan kalimatnya terlampau berliuk-lekuk. Ditambah lagi penggunaan istilah dalam bahasa asing yang kerap muncul dalam tulisannya. Tapi, melalui kata pengantar berjudul Ini Buku Berbahaya, saya melihat Prof. Bambang Sugiharto yang lain.

Kata Pengantar yang ditulis oleh Prof. Bambang Sugiharto sungguh mengalir dan ringan. Beliau menggunakan corak ‘bahasa gaul’ walau memang masih tetap akademis. Melalui buku ini, kita akan membaca tulisan beliau yang padat, jenaka dan menggoda namun tetap berbalut teori-teori. Kalimat akhir yang ditulisnya dalam kata pengantar tersebut berbunyi: Selamat membaca! Awas kecanduan....

Maka, sampai disini, kita bisa melihat bahwa Pidi Baiq sungguh serius menyiapkan naskah buku ini. Ia berhasil memaksa seorang profesor untuk mengikuti ruh dan hawa dari bukunya. Sebuah buku yang tidak semata-mata berpretensi masuk ke dalam genre humor. Walau, sayangnya, Penerbit Mizan telah menahbiskan Drunken Monster sebagai Buku Humor’ sebagaimana tertera pada sampul belakangnya.

Jika kita ikuti saja klasifikasi dari Penerbit Mizan tersebut, siapkanlah hati untuk menuai kecewa. Humor yang dipersembahkan Pidi untuk pembaca Drunken Monster bukanlah jenis lawakan ringan.

Kita mungkin sudah sangat jengah dengan humor yang berseliweran di televisi. Humor yang terlampau kering makna sebab hanya bisa membuat kita tertawa. Kita tidak hanya diajak untuk tertawa saat membaca Drunken Monster. Pidi telah menyiapkan bahan permenungan yang laik kita lakukan paska membaca salah satu kisah dalam buku ini.

Tapi, tak perlu jua kita khawatir apalagi takut jikalau humor Pidi terlampau intelektualis dan akademis sebab ia adalah mantan Dekan FSRD International University di Bandung. Guyonan Pidi sangat mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Ia berkisah tentang diri sendiri, anak dan istrinya, tukang becak dan ojek serta orang-orang yang ada di kompleks perumahannya. Pidi membangun cerita melalui dialog yang ringan namun menyiratkan kedalaman makna.

Tentu saja, walau diakui sebagai catatan harian, kita tak perlu percaya bahwa kisah yang ditulis Pidi nyata adanya. Drunken Monster tetaplah cerita pendek dalam artian sebenarnya. Kisah yang memaksa kita untuk percaya namun tetaplah cerita itu bohong adanya. Namun, adakah penulis yang tidak berbohong? Peristiwa yang diceritakan oleh seorang penulis boleh saja sebuah kebohongan. Namun pikiran-pikiran yang terkandung dalam suatu cerita (sastra) adalah lukisan kejujuran harapan yang ada di benak seorang penulis.

Imajinasi adalah kunci dari kesuksesan buku ini berdialog dengan pembaca. Pidi berhasil membawa pembaca seolah masuk tanpa kesulitan apapun untuk melongok kehidupan di kampus ITB, jalan-jalan di Kota Bandung dan interaksi antar tetangga di kompleks perumahan tempatnya bermukim. Bahkan Pidi juga mampu membuat pembaca iri dengan kehangatan yang selalu menaungi keluarganya. Ada lima cerita dalam buku ini yang benar-benar menjadikan rumah tangga Pidi sebagai pusat kisah. Pidi yang kini (benar-benar) hidup bersama Rosi (istrinya), Timur Langit Hali dan Bebe Bibe Utara (anak-anaknya) kiranya merupakan contoh keluarga yang menjadikan humor sebagai basis interaksi sehari-hari.

Walhasil, Pidi Baiq, pria kelahiran Bandung, 8 Agustus 1972telah memancangkan sebuah khazanah baru dalam pola penulisan cerpen (atau kisah humor) di dunia sastra kita. Inilah makna yang lain pada bentuk konotatif dari karya Pidi Baiq. Melalui catatan harian-nya, Pidi tak sekadar berhumor, namun ia mampu memperlihatkan seni berinteraksi di tengah modernitas masyarakat yang serba cepat, kalut dan individualis.

Boleh dikata, semua gaya bercanda yang dipaparkan Pidi melalui 18 tulisan pada buku ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pembacanya. Ya, dalam pemahaman saya, Pidi mampu melahirkan sebuah genre humor terapan.

Sayangnya, Pidi nampak tiada berkeinginan menciptakan tokoh yang berpotensi untuk menjadi legendaris melalui kisah-kisah yang dikumpulkan dalam Drunken Monster. Tokoh utama dalam tiap kisahnya adalah Pidi Baiq sendiri. Hal ini agak rawan sebab Pidi terlihat tak memperbolehkan karyanya terbang jauh dari kediriannya. Atau, kita juga bisa memaknai bahwa hal itu terjadi sebab Pidi sudah memproklamirkan bahwa karyanya adalah catatan harian. Bahkan, mungkin saja, ia juga menjadikan karyanya sebagai bahan untuk merenung agar bisa pula diterapkan pada dirinya. Hingga tatkala ada seorang pembaca buku ini bertemu dirinya akan berkata: Oh, Pidi benar-benar humoris ya...”.

Buku ini dilengkapi pula dengan ilustrasi yang memisahkan halaman tiap cerita. Ilustrasi yang dikerjakan oleh Pidi sendiri. Lengkaplah, Drunken Monster memang catatan harian Pidi Baiq vokalis band The Panasdalam yang mampu membuat kita tertawa sarat makna.(*)

(Ditayangkan oleh Harian Media Indonesia Kolom  Bedah Pustaka, 20 Februari 2008)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengubah Nasib

Kereta api malam Jayabaya Selatan mempertemukan kami. Tepatnya di gerbong 5, bangku 12 C dan 12 D. "Darimana?" Oh, dari situ, jawabku gugup sambil menunjuk bagian sambungan gerbong kereta, tempatku menghabiskan sebatang rokok. Aku sama sekali tak menduga, perempuan yang sejak roda kereta bergerak hanya terdiam memandang jendela melontarkan pertanyaan kepadaku.

Jaket

Ia ingin sekali pergi dari sini. Menghilang dari cerita yang sedang engkau baca ini. Tapi itu tak mudah. Sama seperti keinginan lari dari kota tempat tubuhnya mendekam sekira sepuluh tahun ini. Kota yang dahulu dengan ramah menyambut kedatangannya. Dia ingat betul, satu-dua terlampau sedikit untuk menghitung senyuman penyambutan yang dilakukan kota itu padanya.

Ped

USAI mengantarkan pepaya sebanyak satu truk ke pasar, Mat Sodik bertemu dengan Mat Rifah. Ajakan Mat Rifah untuk singgah sebentar di warung tak ditampik oleh Mat Sodik pada sore itu. "Aku benar-benar minta tolong," ucapan Mat Rifah itu kian membuat hati Mat Sodik tak tega. Bagaimana mungkin ia tak akan membantu teman sepermainan yang ia kenal mulai umur lima tahun. Mereka berpisah karena Mat Rifah memutuskan untuk merantau, menimba ilmu di tanah seberang.