Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Jember

Jaket

Ia ingin sekali pergi dari sini. Menghilang dari cerita yang sedang engkau baca ini. Tapi itu tak mudah. Sama seperti keinginan lari dari kota tempat tubuhnya mendekam sekira sepuluh tahun ini. Kota yang dahulu dengan ramah menyambut kedatangannya. Dia ingat betul, satu-dua terlampau sedikit untuk menghitung senyuman penyambutan yang dilakukan kota itu padanya.

Mengubah Nasib

Kereta api malam Jayabaya Selatan mempertemukan kami. Tepatnya di gerbong 5, bangku 12 C dan 12 D. "Darimana?" Oh, dari situ, jawabku gugup sambil menunjuk bagian sambungan gerbong kereta, tempatku menghabiskan sebatang rokok. Aku sama sekali tak menduga, perempuan yang sejak roda kereta bergerak hanya terdiam memandang jendela melontarkan pertanyaan kepadaku.

Mun

AKU harus menuliskan cerita ini, Mun. Tapi bukan untukmu. Kau tahu sebabnya, Mun. Ah, jangan-jangan kau sudah lupa. Baiklah, aku ulang lagi perkataan itu untuk menyegarkan ingatanmu. Mun, kisah tentang seseorang bukanlah untuk orang itu. Kisah itu lahir dan hidup di dalam peradaban untuk orang lain yang belum tentu kenal dengan orang yang menjadi pokok cerita. Kini, aku duduk menghadap layar komputer sambil sesekali mengisap rokok untuk menulis cerita tentang dirimu. Apakah kau boleh marah setelah membaca cerita ini? Tentu boleh, Mun. Itu sepenuhnya menjadi hakmu. Tetapi, aku sudah bilang di awal, cerita yang kulahirkan ini bukan untukmu. Jadi, sepatutnya, kau memang tak perlu marah. Persoalannya, bisakah kau marah kepadaku hanya karena cerita ini, setelah segala macam dentuman berulang kali pernah kita rasakan bersama di masa lalu?

Jalan Bapak

Rokok ke tujuh yang saya hisap belum habis. Obrolan tetap hangat, tidak dingin seperti kopi yang ada dihadapan saya. Itulah nikmatnya melakukan ritual cangkruk. Berbincang dengan tema dan waktu tanpa batas di sebuah warung kopi adalah suatu kebiasaan yang tak mungkin lewat dalam keseharian saya. Ya, ada juga yang bilang cangkruk hanya membuang waktu. Atau, ada pula seorang dosen yang mengatakan bahwa; Cangkruk itu hanya dilakukan oleh mereka yang malas dan masih bermental budak...”. Oiya...juga mereka yang hidup tanpa tujuan, lanjut dosen itu dalam sebuah kelas pada masa awal saya kuliah.