Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Malang

Malang

 /1/ Hujan Aku kembali berdiri menatapnya. Tingkat dua dari bangunan ini ialah saksi pembicaraan yang selalu terjadi ketika dia datang. Ia memang tak berkata-kata. Akulah yang terlalu sering meneriakinya; "Ayo, beri aku yang lebih dari ini." Namun, ia seperti tak pernah lelah untuk diam. Butir-butir air yang kutatap hanya kian menegaskan perasaanku saja. Untuk itulah, aku senang berbicara dengan hujan. Dari gedung berlantai dua ini, aku bisa sangat puas menatap sebuah kejatuhan. Mataku bagai kamera yang menangkap suatu objek. Satu butir air hujan itu akan kulihat sampai jatuh. Kalau hujan baru turun, jatuhnya butiran air itu bagai berdebum menebaskan debu di tanah. “Uh...”, mulutku sering tiada sengaja berucap, “sakit sekali kejatuhan itu”. Lain hal jika tanah telah becek; tanda hujan bukan lagi sedang menyapa tapi telah menusuk-nusuk tanah. Butiran hujan yang jatuh seperti mengusir kawan-kawannya yang telah lebih dulu sampai di tanah. Seolah butiran itu berkata